TUNA
LARAS
A. Apa
sich Tunalaras itu?
Ternyata
istilah Tunalaras ini masih asing terdengar oleh kebanyakan orang yang saya
jumpai. Bermula diwaktu saya sedang asyik bermain game sambil chatting lalu
iseng bertanya kepada teman saya tentang bagaimana menangani anak tuna laras. Ternyata
kebanyakan dari mereka malah bertanya balik kepada saya tentang apa itu tunalaras.
Istilah
Tunalaras sebenanya sudah ada sejak puluhan tahun yang lalu. Nah bagi yang
belum tahu saya kasih tahu deh apa itu “Tuna Laras”. Menurut ketentuan yang
diterapkan UU Pokok Pendidikan No. 12 Tahun 1952, anak tuna laras adalah
individu yang mempunyai tingkah laku menyimpang/berkelainan, melakukan
pelanggaran terhadap peraturan dan norma-norma sosial dengan frekuensi yang
cukup besar, tidak/kurang mempunyai toleransi terhadap kelompok dan orang lain,
serta mudah terpengaruh oleh suasana, sehingga membuat kesulitan bagi diri
sendiri maupun orang lain. Di lain pihak menurut T.Sutjihati Somantri (2007:139)
“Anak tunalaras sering juga disebut anak tunasosial karena tingkah laku anak
ini menunjukkan penentangan terhadap norma-norma sosial masyarakat yang
berwujud seperti mencuri, mengganggu, dan menyakiti orang lain.”
Dalam
Dokumen Kurikulum SLB bagian E Tahun 1997, yang disebut Tunalaras adalah :






Berangkat
dari pemikiran ditas, seseorang yang diidentifikasi mengalami gangguan atau
kelainan perilaku adalah individu yang :
v Tidak
mampu mendefinisikan secara tepat kesehatan mental dan perilaku yang normal

v Tidak
mampu mengukur emosi dan perilakunya sendiri
v Mengalami
kesulitan dalam menjalankan fungsi sosialisasi (Hallahan & Kauffman, 1991)

B. Ciri,
Faktor Penyebab dan Penanganan.
Setelah
kita mengetahui arti dari tunalaras, ada baiknya kita mengenal ciri-cirinya. Nah
untuk hal ini secara singkat saya akan ceritakan berdasarkan pengalaman saya
dilapangan sbb :
Kalo dari segi fisik sebenernya gak ada
bedanya dengan anak normal kebanyakan, namun beberapa ada juga yang mengalami
cacat fisik disertai kenakalan mereka.
Kalo
dari segi intelektual, anak tunalaras ini sangat sulit untuk berkonsentrasi
didalam kelas dan sulit menyerap pelajaran atau lamban dalam menyerap setiap
pelajaran yang diberikan oleh guru.
Kalo
dari segi gangguan emosi yang terdapat pada anak tunalaras adalah adanya
ketidakmampuan belajar yang tidak ada kaitannya dengan faktor kecerdasan,
penginderaan atau pun kesehatan. Ketidakmampuan dalam menjalin hubungan dengan
orang lain, mempunyai perasaan yang tertekan dan cendrung terus-menerus merasa
tidak bahagia.
Faktor-faktor
yang menjadi penyebab ketunalarasan, berasal dari internal (kondisi fisik
maupun psikis dan masalah perkembangan) dan eksternal (lingkungan keluarga,
sekolah, masyarakat, teman) anak.
Kemudian
untuk penanganannya, banyak hal yang bisa dilakukan untuk menangani mereka. Mulai
dari dukungan atau support dari keluarga, teman dan sekolah sangatlah membantu
anak-anak ini untuk dapat kembali hidup tanpa menyandang label atau gelar ‘anak
nakal atau anak badung” di lingkungan tempat dimana ia tinggal. Salah satu
penanganan yang saya lakukan adalah dengan menggunakan pendekatan personal. Mengapa
menggunakan ini? Tadinya saya hanya tertarik kenapa mereka (anak tunalaras) ada
di SLB Prayuwana Yogyakarta. Kemudian saya mencari sumber ternyata cara ini
mampu untuk menggali lebih dalam perkembangan emosi anak. Dengan pendekatan
personal kita dapat mengetahui emosi (perasaan) maupun jati diri anak
sesungguhnya, meskipun kita bukan keluarga tapi yang namanya manusia itu
makhluk sosial. Tidak bisa hidup sendiri dan butuh rekan. Melalui pendekatan
ini saya mendapati banyak sekali informasi dalam diri anak-anak tunalaras,
sehingga kita dapat mengarahkan anak dengan perlahan merubah perilaku-perilaku negative
(memaki, memukul, menendang dll) menjadi lebih positif (tidak memukul, memaki,
dll).
C. Saran
“Mereka”
atau anak tunalaras adalah anak, teman, kerabat dan sahabat kita dalam hidup. Bukan
musuh dan bukan pula perusuh yang harus disingkirkan. Butuh dukungan dari semua
pihak untuk dapat membantu mereka menjadi anak yang diterima oleh semua pihak.
Orangtua, keluarga, teman, sahabat, tentangga, guru bahkan pemerintah pun harus
turun tangan dalam membantu mereka. Keluarga dalam hal ini orang tua adalah
guru utama dalam membentuk karakter anak, maka haruslah orangtua wajib
memberikan pendampingan yang positif agar anak berkembang. Teman atau sahabat
adalah tempat dimana mereka bermain dan berkembang bersama. Saling menghargai
dan menghormati adalah kunci sehat untuk hidup. Guru adalah orangtua kedua
selain orangtua yang bertujuan memberikan pengetahuan yang selayaknya mereka
dapatkan, pentingnya pendampingan dan membentuk karakter adalah tugas guru
sebagai pahlawan tanpa tanda jasa. Pemerintah, disini perlu saya sampaikan
bahwa sangat ironis memang negar kita Indonesia yang tercinta ini, dimana sektor
pembangunan yang melambung tinggi, gedung-gedung pencakar langit yang megah dan
bernilai milayaran rupiah tidak cukup membantu mereka (anak tunalaras) dalam
segala aspek termasuk pendidikan. Memalukan sekali, kata itu pantas disematkan
bagi pemerintah kita. Bukan hanya pemerintah pusat namun pemerintah daerah
kiranya harus lebarkan mata mereka demi kemajuan anak generasi kita.
D. Sumber
ü T,
Sutjiati Somantri. 2006. Psikologi Anak LuarBiasa. Bandung: Reflika
Aditama
ü Rogers,
Bill. 2004. Behaviour Recovery atau Pemulihan Prilaku (diterjemahkan
oleh A. D Rahayu Ratnaningsih).Jakarta: Grasindo
ü http://dieza-eza.blogspot.com/2011/01/anak-tunalaras.html
ü Bahri Djamarah, Syaiful. 2006. Strategi
Belajar Mengajar. Jakarta : Rineka Cipta
ü Ivona, Indah. 2003. Pendidikan
Budi Pekerti Untuk SD. Yogakarta : Kanisius
ü Listyaningsih. 2009. Penerapan
Model Pembelajaran Terpadu Tipe Webbed Terhadap Hasil Belajar Siswa Kelas V SD
Laboratorium Universitas Negeri Surabaya. Jurnal Pendidikan Vol. 05 No. 06.
Surabaya : Depdiknas
Di
post tanggal 9 Des 2012. Pukul 15:30 oleh Sanderick Hasoloan (0889114097)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar