(All about Tuna Laras)
Mendengar tuna wicara (bisu) atau
tuna rungu (tuli) atau tuna netra (buta) sudah biasa bukan ? Lalu bagaimana
dengan tuna laras (conduct disorder)
? Artikel ini akan membahas mengenai apa saja sih yang dialami dan bagaimana
cara membantu anak-anak CD menjadi
lebih baik.
Conduct
disorder (CD) merupakann salah satu bentuk gangguan perilaku dari
serangkaian bentuk gangguan perilaku, yakni attention
deficit/hyperactivity disorder (ADHD), Conduct Disorder (CD), ODD (sikap
menentang). Serangkaian gangguan perilaku tersebut dapat membentuk kepribadian
yang disebut dengan kepribadian anti
sosial. CD merupakan sikap dan
perilaku anak-anak yang melanggar aturan dalam keluarga, norma sosial dan
merugikan orang lain (Mash & Wolfe, 2007).
Berbagai faktor penyebab dari
gangguan perilaku adalah genetik, neurotransmiter (Cook, et al, 2011), peer relation yang agresif (Fraser, et
al, 2005), serta broken home atau
anak sebagai korban kekerasan fisik (Dodge, 1993). Perkembangan terbentuknya CD dapat dilihat dalam penjelasan sebagai
berikut (Dodge, 1993) :
EARLY
EXPERIENCES : Pysical
abuse, Aggressive Models, Insecure Attachment à Knowledge Structures : Hostile World Scheme,
Self-defensive Goals, Aggressive Response Repertoire à Social Information Processing : Hypervigilance to Hostile, Hostile
Attributional Bias, Access Aggressive Responses, Anticipate Positive Outcomes
for Aggresing à Behavior : Aggressive Behavior à Conduct Disorder
Berdasarkan penjelasan di atas,
pengalaman awal sangat dipengarhui oleh lingkungan dimana anak-anak tersebut
berada, seperti keluarga dan teman sebaya.
Perilaku agresif dan tidak
berkonsentrasi merupakan ciri utama dari CD. Perilaku agresif pun berupa verbal
dan nonverbal. Ciri perilaku agresif nonverbal yang ditemui pada anak-anak CD (Kerig & Wenar, 2000 serta hasil
observasi pada beberapa anak tuna laras) adalah :
·
Sering
mengganggu, mengancam atau mengintimidasi orang lain.
·
Sering memulai
pertengkaran fisik.
·
Menggunakan
senjata atau benda-benda lain yang dapat menyebabkan luka fisik terhadap orang
lain, seperti pisau, pecahan botol, dan lain-lain.
·
Ketika
berhadapan dengan korban, bersikap sebagai pencuri, perampas dan sebagainya.
·
Dengan
menggunakan kekuatan fisik bersikap bengis terhadap manusia dan binatang.
·
Dengan sengaja
membuat suasana panas atau membuat api yang menyebabkan kerusakan yang serius.
·
Dengan sengaja
merusak benda-benda orang lain dan benda-benda yang berada disekitarnya.
·
Melarikan diri
dari rumah
·
Membolos
sekolah
·
Melanggar tata
tertib sekolah
Perilaku agresif nonverbal yang ditemui
adalah :
·
Berkata-kata
kotor
·
Berbohong
Berbagai
cara dilakukan untuk membantu anak-anak CD
agar berperilaku lebih adaptif, termasuk melalui pendidikan. Beberapa
penelitian keefektivan menggunakan metode reinforcement,
khususnya token economy dalam
membentuk perilaku anak-anak CD agar
lebih adaptif (Fraser et al, 2005; Prijonggo & Sumargi, 2001). Hal tersebut
juga didukung oleh pengalaman saya dan teman-teman pada saat menjalankan
program kami di SLB “E” Prayuwana November 2012 dalam menyelesaikan tugas mata
kuliah Pendidikan Anak Luar Biasa. Selain metode tersebut, ada beberapa tips
yang dapat dilakukan oleh para guru dalam menangani anak-anak CD (Prijonggo & Sumargi, 2001) :
·
Guru
diharapkan jangan menggunakan nilai-nilai moral atau alasan terhadap anak-anak CD. Hal ini penting, karena jika guru
mengatakan bahwa perilaku mereka melukai orang lain, dapat diindikasikan bahwa
anak-anak tersebut merasa berhasil dalam mencapai tujuannya untuk melukai orang
lain
·
Strategi
membuat kelas yang efektif berdasarkan pendekatan proaktif, bukan pendekatan
reaktif. Maksud dari hal tersebut adalah bukan pada respon dari guru terhadap
perilaku anak-anak yang tidak adaptif, tetapi lebih terhadap bagaimana guru
mencegah agar anak-anak tidak berperilaku tidak adaptif. Menurut saya, hal ini
dapat dilakukan dengan melakukan proses pembelajaran yang bervariasi
menggunakan experiential learning,
sehingga anak-anak tidak bosan dan merasakan sesuatu yang baru di dalam kelas.
·
Guru dapat
mengkondisikan kesempatan bagi anak-anak untuk belajar ketrampilan-ketrampilan
baru dalam bersosialisasi dan membantu mereka menyelesaikan masalah yang
terjadi di dalam kelas. Hal ini dikarenakan anak-anak dengan CD memiliki pengalaman masa lalu dengan ketrampilan
sosial, strategi koping yang kurang. Hal ini dapat dilakukan dengan mengajarkan
anak bagaimana berperilaku asertif. Contohnya, jika anak menginginkan makanan
atau permainan dari temannya, anak diajarkan agar mengatakan apa yang ia
inginkan dengan tidak menggunakan agresivitas, seperti memukul atau memaki.
Selain metode pendidikan, proses
interaksi dengan orang tua juga sangat mendukung dalam pembentukan perilaku
anak yang adaptif dengan lebih memiliki banyak waktu dengan anak-anak, sehingga
dapat mendengarkan dan memahami apa yang diinginkan. Hal ini dapat membantu
anak merasakan bahwa ia sungguh diterima dan dihargai oleh orang tua. Orang tua juga dapat menggunakan metode reinforcement dalam membentuk perilaku
anak. Reinforcement yang diberikan
tidak hanya berupa reinforcement positif,
tetapi juga reinforcement negatif.
Contoh reinforcement positive yang
dapat diberikan adalah memberikan reward
berupa permainan yang anak-anak sukai, tetapi yang adaptif jika anak
berperilaku adaptif. Reinforcement
negative dapat dilakukan dengan cara tidak memberikan apa yang diinginkan
jika anak berperilaku tidak adaptif. Contoh nyata : anak ingin dibelikan
sepeda, tetapi anak meminta dengan menangis dan memukul-mukul orang tuanya. Reinforcement dapat diberikan dengan
cara membiarkan anak menangis hingga suatu saat anak tersebut meminta dengan
cara adaptif, seperti meminta dengan cara baik-baik, yakni berbicara secara
sopan terhadap orang tua. Oleh karena itu, sebagai orang tua sebaiknya jangan
hanya melihat perilaku negatif yang dilakukan anak, tetapi lihatlah juga
perilaku positif yang mereka lakukan agar mereka merasa dihargai.
Berdasarkan paparan di atas,
sangat jelas bahwa anak-anak dengan CD sangat
membutuhkan pemahaman dari orang tua ataupun guru alasan mengapa mereka
berperilaku seperti itu. Guru dan orang tua sebaiknya lebih menggunakan hati
untuk menangani mereka, bukan dengan agresivitas, sehingga seolah-olah
menyaingi perilaku mereka. Mereka hanya punya kalian sebagai guru dan orang tua
yang dapat dijadikan sebagai cermin untuk melihat masa depan mereka. Jika
sebagai guru dan orang tua bertindak baik, atau dengan kata lain tidak agresif,
semakin lama anak-anak akan berperilaku dengan lebih baik, karena mereka
menjadikan kalian sebagai guru dan orang tua sebagai model. Hal ini membantu
mereka untuk mengubah model awal yang mereka peroleh sebagai pengalaman awal
dari model agresif ke model lemah lembut. Oleh karena itu, mari kita
menggunakan hati kita untuk lebih memahami mereka sebagai anak-anak conduct disorder, agar mereka dapat
berperilaku dengan lebih baik.
DAFTAR PUTAKA
Dodge, Kenneth A.1993.Social-Cognitive Mechanisms in The
Development of Conduct Disorder and Depression. Annual Review Psychology, vol :
44, halaman : 559-584
Cook, Edwin H, dkk.2011.Interactions Between Early Parenting and A
Polymorphism of The Child’s Dopamine Transporter Gene in Predicting Future
Child Conduct Disorder Symptoms. Journal of Abnormal Psychology, vol 120, no,
1, halaman 33-45
Fraser, Mark W, dkk.2005.Social Information-Processing Skills
Training to Promote Social Competence and Prevent Aggressive Behavior in The
Third Grade. Journal of Consulting and Clinical Psychology, vol 73, no 6, halaman
1045-1055
Mash, Eric J & David A. Wolfe.2007. Abnormal Child Psychology. USD : Thomson
Wadsworth.
Prijonggo, Constantinus W & Agnes M
Sumargi. Conduct Disorder, ADHD and
Disruptive Behaviour : One and The Same to Manage in The Classroom ? (A
Discussion in The Light of Taditional Classroom Behaviour Management
Strategies). Anima, Indonesian Psychological
Journal, vol 16, no 1, halaman 3-10
Wenar, Charles & Patricia
Kerig.2000. Developmental Psychology from
Incancy through Adolecence 4th
edition.Mc Graw Hill
Rizky Pradita Manafe (099114020)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar