Kamis, 20 Desember 2012

Saya Dan Mereka


Adakah manusia sempurna? Benarkah manusia memang tidak bisa mencapai kesempurnaanya sebagai mahluk yang bernama manusia.  Menjadi manusia sempurna adalah keinginan setiap manusia, tidak peduli status sosial, jenis kelaminnya, ras sukunya.  

Mereka tidak pernah meminta untuk dilahirkan seperti ini. Ya, anak-anak ini. Semester tujuh ini cukup berkesan. Pengalaman menyelesaikan salah satu matakuliah pilihan, Pendidikan Anak Luar Biasa. Sebelumnya tidak terbayangkan olehku untuk bisa sedekat ini dengan mereka. Melihat mereka dengan lebih dekat. Anak- anak yang lebih khusus dikenal dengan anak berkebutuhan khusus membuat mereka lebih spesial.  Inilah adalah tulisan mengenai pengalaman saya bersama siswa-siwa Tunarungu.

Bagaimana  rasanya jadi seperti mereka, tidak berani terlintas dibenakku, terlalu miris untukku secara pribadi. Akan tetapi tugas yang mengaharuskanku berinteraksi dengan mereka, mengubah paradigma terhadap anak-anak ini. Melakukan observasi selama tiga hari. Hari pertama bagiku sebagai sesuatu yang baru, seperti anak yang mungkin baru lahir melihat dunia.  Suatu tempat  asing dan tidak tahu apa yang bisa dilakukan.  Mencoba tidak gugup dan yakin bahwa saya bisa keluar dari dunia itu dengan selamat. Waktu terasa lama sekali pada hari pertama. Namun hari kedua dan ketiga berubah menjadi begitu cepat, saya menemukan anak-anak dengan tingkah laku mereka yang unik. Bagaimana saya mencoba beradaptasi dengan mereka, berpartisipasi pada kegiatan mereka sepanjang hari.

Dengan latar belakang yang berbeda mereka tetap manusia yang ingin bisa menikmati indahnya dunia, baik di rumah bersama orangtua, di sekolah dengan guru dan juga teman-teman yang memiliki kesamaan dengannya. Serta kebutuhan untuk diterima oleh masyarakat. Kekurangan mereka bukanlah hukuman dari Tuhan, mereka bukan produk gagal orangtua mereka.  Pengalaman yang tidak pernah saya lupakan adalah ketika pada jam istirahat usai sholat duhur, mereka aktif mendekati saya lalu bertanya saya asal dari mana? Kuliah ambil jurus apa? Itu apa sih? Itu susah nggak kak? Dan lain sebagainya. Awalnya saya khawatir tidak bisa menjelaskan dengan baik. Namun saya pelan-pelan dan mengulangnya beberapa kali.  Hal ini membuat saya juga belajar banyak dari mereka, saya bertanya kepada beberapa anak mengenai cita-cita mereka. Diantaranya ada yang menjawab ingin jadi orang perawat, dokter, pelukis, penulis dan lain-lain. Bagi saya mereka apa yang mereka cita-cita itu membanggakan. Ada seorang anak perempuan, saya lupa siapa namanya, namun saya teringat perkataannya, “Saya memang memiliki kekurangan pada pendengaran dan bicara tapi  setipa saya sholat saya bisa mendengar suara Tuhan.”

Saya mengutip dari jurnal  Self Detemination/ (Penetuan Nasib Sendiri). Berdasarkan review jurnal mengenai definisi self-determination adalah penetuan nasib sendiri sebagai dasar hak asasi manusia (Marks 2008; Ward. 1988: Wehnieyer, 1998. 2005). Wehineyer. Palmer, Agran. Mithaung dan Martin (2000) dan Wehnieyer (2004) mendeskripsikan self-determination adalah orang yang mempunyai agen hidup-sebagai orang-orang yang mampu membuat hal-hal menjadi nyata, bagaimana cara mereka mewujudkannya. Martin dan Marshall (1996) mendeskripsikan self-determination sebagai individu yang tahu bagaimana memilih, mereka tahu apa yang mereka inginkan dan bagaimana mendapatkannya.

Kemudian Field, Martin Miller Ward dan Wehmeyer (1998a) juga berusaha mendefinisikan self-determination dengan cukup baik sebagai suatu “kombinasi dari keterampilan pengetahuan, dan keyakinan yang memungkinkan  orang untuk terlibat dalam tujuan-diarahkan, regulasi diri, otonom perilaku” yang menjelaskan pemahaman kekuatan dan ketebatasan seseorang. Bersama dengan kepercayaan diri sebagai kemampuan dan efektif  untuk self-determination. Ketika kemampuan dan sikap individu untuk mengambil kendali dari hidup mereka dan bisa berperan sukses dalam masyarakat, (dalam hal 56).

Faktor yang mempengaruhi self-determination Anak bekebutuhan khusus?
Dukungan dari anggota keluarga, teman dan sosial serta instansi pemerintah yang kuat memberikan kekuatan, tekad dan dorongan untuk terus memberikan dukungan emosional  sebagai penting bagi mereka yang mengalami kelainan “kecacatan.” Hal ini yang memungkinkan mereka untuk melalui masa-masa sulit dalam hidup. Referensi untuk mendorong dan ketekunan, mengetahui apa yang mereka inginkan, percaya bahwa mereka memiliki kekuatan untuk mencapai tujuan mereka, serta cara untuk mencapai tujuan  telah ditetapkan untuk diri mereka sendiri. (dalam hal 69). Self-awareness/ kesdaran diri terhadap kebutuhan dan juga penerimaan mengenai keterbatasan yang mereka miliki sebagai “sikap positif” dipandang sebagai tanda untuk mengetahui kapan dan bagaimana harus meminta bantuan. (dalam hal 69-70).

Selain itu, kunci utama adalah kepercayaan diri dalam pengembangan self-determination, dijelaskan oleh Schreiner (2007) yang menyatakan bahwa  siswa dengan cacat harus memiliki pemahaman akurat dan realistis tentang diri  mereka dengan tepat” (dalam hal. 73)

Dalam jurnal ini juga dipaparkan beberapa point penting yang bisa digunakan untuk mengembangkan self-determination melalui sekolah yang dimaksudkan sebagai strategi dalam memfasilitasi self-detetmination anak berkebutuhan khusus:
  1. Teach student how to set goals. Memahami benar-benar apa yang siswa inginkan dan mendorong untuk membantu mereka mengidentifikasi tujuan mereka.
  2. Assist students in self-assesment. Setelah tujuan ditentukan, membantu siswa dalam self-assessment kemampuan mereka untuk mencapai tujuan mereka. Apakah yang mereka butuhkan untuk mencapai tujuannya.
  3. Support the development of an action plan. Merupakan komponen penting dari pencapaian tujuan. Dalam hal ini meminta siswa dalam bertindak. Kapan  dan bagaimana mereka meminta bantuan orang lain.
  4. Provide opportunities to practice self-determined behavior. Memberikan kesempatan untuk siswa berlatih diri sangat penting. Hal ini sangat penting dan harus diberikan sesering mungkin, terlepas dari apakah siswa berhasil atau gagal dalam memenuhi tujuan mereka.
  5. Guide students in self-reflection. Terlepas dari apakah siswa berhasil atau gagal dalam mencapai tujuan mereka, mereka harus mencerminkan untuk memahami ini sebagai proses. Jika mereka berhasil, guru harus mengakui upaya mereka dengan positif penguatan dan menekankan bahwa siswa secara pribadi bertanggung jawab untuk mencapai tujuan mereka. Jika siswa gagal untuk mencapai tujuan mereka, guru dapat menilai kembali tujuan siswa, memodifikasi mereka jika perlu, mengidentifikasi bantuan, dan memberikan siswa kesempatan tambahan  untuk bertahan mencapai tujuan.

Berdasarkan jurnal dan pengalaman saya dalam observasi membuat saya menemukan isight bahwa mereka sungguh menjadi spesial untukku, kesempatan belajar bersama mereka dan memerhatikan bagaimana mereka berkomunikasi dengan orang lain, dibalik kekurangan mereka. Sikap mereka yang lebih ingin tahu dan benar-benar memerhatikan bagaimana suara bisa sungguh dipahami. Setiap indera yang Tuhan berikan selalu punya keterbatasan, bukan? Manusia yang normal fisik pun punya keterbatasan untuk menjangkau sesuatu. Kehadiran anak-anak tunarungu ini juga mempunyai peluang yang sama untuk memahami dunia menjadi utuh dan sempurna. Mereka perlu didampingi, mereka butuh telinga dan mulut orang lain untuk menggantikan apa yang tidak Tuhan berikan pada mereka.  

Daftar  Pustaka: 
Angell, Maureen E., dkk,  Adviece From Adults With Physical Disabilities on Fostering Self-Determination During the School Yeas. Teaching Exceptional Children. Jan/Feb 2010.


Fitri Apriliyana Tiran - 099114076
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta





Tidak ada komentar:

Posting Komentar