Rabu, 19 Desember 2012

Giftedness : Sebuah anugerah atau Malapetaka ?

Ristina Mauliana Sinurat
Sanata Dharma University, Yogyakarta. 089114125; e-mail: ristinam@yahoo.com

Berbicara tentang Gifted akan menghasilkan perdebatan hingga saat ini. Apa itu gifted ? Bagaimana seorang anak dapat dikatakan gifted ? Keturunan, pola asuh atau memang hadiah dari Tuhan ? Berikut ulasan singkat mengenai Gifted.

Gifted ?
Secara harafiah Gifted memiliki arti berbakat. Namun, tidak semudah kita membuka kamus dan menemukan artinya, para peneliti memiliki perjalanan panjang untuk menemukan definisi dari kata gifted itu sendiri.

Tidak hanya sampai pada perjalanan panjangan menemukan definisi giftedness. Kata “Gifted” seringkali disandingkan dengan kata “Talented”. Padahal kedua kata tersebut mengandung maksud yang berbeda. Gagné (1985, 1991) melalui tulisannya yang berjudul Toward a Differentiated Model of Giftedness and Talent menerangkan bahwa, giftedness adalah kompetensi di atas rata-rata dalam kemampuan manusia. Sedangkan talented adalah Performa dalam bidang tertentu.

Karakteristik ? 
Anak gifted memiliki karakteristik yang berbeda dari rata-rata anak pada umumnya. Secara umum karakteristik kognitif anak berbakat adalah sebagai berikut (dalam Ormrod, 2002) :
  1. Perbendaharaan kata yang kaya, kemampuan berbahasa yang tinggi, dan keterampilan membaca di atas rata-rata
  2. Pengetahuan umum yang kaya mengenai dunia
  3. Kemampuan belajar lebih cepat, mudah, dan mandiri dibandingkan teman-teman sebayanya.
  4. Proses kognitif dan strategi belajar lebih canggih dan efisien.
  5. Fleksibilitas yang lebih besar dalam hal gagasan dan pendekatan terhadap tugas.
  6. Standard performa yang lebih tinggi
Berbeda dengan karakteristik di atas. Gross (dalam Iswinarti, 2002) menggunakan IQ dalam menyatakan seorang anak adalah gifted. Gross membagi anak gifted dengan 4 tingkat :
  1. Moderately gifted = IQ 130 – 144
  2. Highly gifted =IQ 145 – 159
  3. Exceptionally gifted = IQ 160 – 179
  4. Proufoundly gifted = IQ 180 ke atas

Tak selamanya menguntungkan ?
Anak gifted memiliki karakteristig kognitif yang diiatas rata-rata jika dibandingkan dengan anak pada umumnya. Penelitian Terman (dalam semiun, 2006) menghasilkan bahwa 20, 5% anak di California belajar membaca sebelum 5 tahun, 6,1% sebelum usia 4 tahun dan 1,6% sebelum usia 3 tahun. Terman juga berpendapat bahwa anak gifted mengembangkan kemampuan membacanya tanpa pelajaran formal. Dapat dibayangkan ketika anak gifted masuk ke sekolah formal tidak jarang mengalami kesulitan dalam beradaptasi dengan kemampuan teman lainnya. Tidak jarang anak gifted mengalami kejenuhan dalam kegiatan belajar di kelas ‘biasa’. Seringkali anak gifted mengalihkan kejenuhan mereka dengan kegiatan yang mendistraksi. Mengganggu teman, terlihat tidak memperhatikan, ogah-ogahan akan menjadi salah satu bentuk pelarian anak gifted. Tidak hanya pada anak gifted, guru dan teman-teman terkena imbas dampak kejenuhan tersebut. Lingkungan sekolah yang kurang mendapatkan pengetahuan tentang anak gifted tentu saja tidak bisa memfasilitasi anak berbakat tersebut. Anak nakal kadang menjadi label dalam diri mereka.

Solusi atau Masalah baru ?
Menjawab Undang-undang sistem pendidikan nasional Pasal 12, ayat 1 b : “Setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat dan kemampuannya”  Pemerintah Indonesia menyelenggarakan program akselarasi. Pressey (dalam semiun, 2006) berpendapat bahwa akselarasi adalah suatu kemajuan yang diperoleh di dalam program pengajaran dalam kecepatan yang lebih cepat atau usia yang lebih muda daripada yang konvensional. Dalam program akselarasi anak gifted dapat memperoleh kegiatan belajar mengajar yang lebih cepat dari biasanya. Hal tersebut bertujuan untuk memfasilitasi karakteristik kognitif anak gifted.
Sesuai dengan peribahasa “tak ada gading yang tak retak”, maka program akselarasi pun bagai gading yang retak. Semiun (2006) membagi kekurangan akselarasi kedalam 4 bidang :
1.   Bidang akademis à siswa akselarasi memiliki tuntutan lebih cepat untuk menentukan karirnya. Padahal secara sosial, fisik dan juga emosionalnya belum matang.
2.  Penyesuaian diri sosial à Padatnya aktivitas dalam hal akademis membuat anak-anak dengan program akselarasi memiliki waktu yang lebih sedikit untuk bersosialisasi.
3. Aktivitas ekstrakurikuler yang semakin berkurang intensitasnya karena padatnya kegiatan akademis. Hal tersebut juga secara tidak langsung mengurangi jumlah waktu untuk mengenal masalah real.
4. Penyesuaian diri emosional. Hal tersebut terjadi karena anak akselarasi yang menghabiskan sebagian besar waktunya untuk kegiatan akademis akan kehilangan masa kanak-kanaknya dengan lebih cepat.
Program akselarasi dapat menjadi obat sekaligur racun pada waktu yang bersamaan. Namun hal tersebut dapat diminimalisir jika kita semua memiliki pengetahuan yang cukup mengenai mereka. Karena dengan mengetahui kita akan memahami dan dengan memahami kita memiliki modal untuk melakukan sesuatu.

DAFTAR PUSTAKA

Gagné F. 1991. Toward a Differentiated Model of Giftedness and Talent. Hanbook of Gifted 
     Education. Boston : Allyn & Bacon
Iswinarti. 2002. Penyesuaian Sosial Anak Gifted. Anima, Indonesian Psychological Jounal, vol 
     18, no 1, 71-79
Robinson, Ann & Pamela R Clinkenbeard. 1998. Giftedness : An Exceptionality Examined
      Annual Review Psycology, vol 49, 117-139.
Semiun, Yustinus. 2006. Kesehatan Mental : Gangguan-Gangguan Kepribadian, Reaksi-
     Reaksi Simtom Khusus, Gangguan Penyesuian Diri Anak-Anak Luar Biasa, dan 
     Gangguan Mental yang Berat. Yogyakarta : Kanisius
Tjahjono, Evy. 2002. Anak Berbakat dengan Kesulitan Belajar. Anima, Indonesian 
     Psychological Jounal, vol 17, no 3, 285-296
Tjahjono, Evy. 2002. Mengapa Aku Berbakat ? Pandangan Anak Berbakat Tentang Dirinya
     Anima, Indonesian Psychological Journal, vol 18, no 1, 80 – 90

Tidak ada komentar:

Posting Komentar