Rabu, 19 Desember 2012

Ketunanetraan


MIYUKI INOUE :
“KARENA AKU CACAT, MAKA AKU HARUS BERUSAHA LEBIH KERAS DARI PADA ORANG LAIN”

Ibu mana yang tidak hancur hatinya ketika mengetahui bahwa anaknya terlahir dengan keadaan buta? Kisah Miyuki Inoue mungkin salah satu diantara sekian banyak anak berkebutuhan khusus yang sukses dalam hidupnya, dan telah menginsprisasi banyak orang. Tidak hanya di negerinya (Jepang), kisah Miyuki yang berprestasi sebagai pemenang lomba mengarang dan debat tingkat nasional ini juga menginspirasi banyak orang di seluruh dunia dan karyanya menjadi best seller. Dukungan penuh dari sang ibu, para dokter, perawat, guru, teman-temannya, dan didikan keras yang didapatkan dari sang ibu  menjadi faktor penting dibalik kesuksesannya.


Tunanerta (kebutaan) merupakan ketidakmampuan dalam pengelihatan. Berdasarkan tingkat gangguannya, tunanetra dibagi menjadi dua, yaitu buta total dan low vision (masih mempunyai sisa pengelihatan, namun sangat lemah).
Faktor penyebab ketunanetraan antara lain: 
  1. Keturunan,
  2. Gangguan pada masa kehamilan (penyakit menahun, infeksi, luka, maupun kurangnya vitamin   tertentu yang dialami ibu selama kehamilan)
  3. Kecelakaan selama proses persalinan, 
  4. Kerusakan mata yang diakibatkan karena kecelakaan setelah proses melahirkan misalnya mata terkena cairan kimia yang berbahaya, kecelakan, dll. (Novita, 2012)

Pada prinsipnya, untuk mampu menjadi orang sukses, setiap anak yang terlahir ke dunia harus diberi kesempatan seluas-luasnya untuk belajar dan berlatih sesuai minat dan bakatnya masing-masing. Dengan demikian, tidak hanya anak normal, anak yang berkebutuhan khusus pun akan menemukan kebahagiaan dan kesuksesan dengan jalan atau caranya masing-masing.
Prinsip hidup Miyuki yang penulis pergunakan sebagai judul artiket sekiranya mampu mengambarkan ciri-ciri dari seseorang yang memiliki self-determination. Self-determination didefinisikan sebagai suatu kombinasi dari ketrampilan, pengetahuan dan keyakinan bahwa seseorang terlibat langsung dalam menentukan tujuan, regulasi diri, perilaku otonom. Seseorang yang memiliki self-determination memperlihatkan pemahaman terhadap diri sendiri terkait kekuatan dan kelemahan yang ada dalam dirinya, serta keyakinan pada diri sendiri bahwa dirinya sendiri mampu dan efektif.
Ada faktor-faktor penting yang perlu diperhatikan dalam mengoptimalkan  kemampuan anak berkebutuhan khusus, yaitu:
1.                  Kesadaran diri.
Kesadaran diri akan perilaku yang menghambat maupun mendukung. Seseorang harus menyadari bahwa perilaku malu-malu, keragu-raguan, frustrasi, dan depresi hanya akan menghambat self-determination.
2.                  Social support.
Social support sangat besar pengaruhnya bagi self-determination ABK. Social support terdiri dari anggota keluarga, teman-teman dan lembaga pemerintahan. Hidup dalam keterbatasan (disability) bisa jadi begitu sulit sehingga dukungan sosial sangat berperan penting, agar dukungan yang ada mampu membangkitkan semangat bahwa lingkungan tidak mengharapkan ABK menjadi hancur atau jatuh melainkan menginginkan ABK menjadi sukses.
3.                  Action oriented, problem solving process.
Maksudnya, self-determination dipengaruhi oleh kemampuan ABK dalam mengarahkan tindakan dirinya untuk memecahkan setiap permasalahan yang dihadapi dengan baik.
4.                  Peluang untuk melakukan perilaku self-determination.
Kesempatan untuk bereksplorasi dan mempraktekkan self-determination skills adalah merupakan sesuatu yang sangat penting. Sebab, pada praktik awalnya dirasa begitu sulit oleh ABK. Namun, dengan sering mempraktekkannya maka kemampuannya akan terasah. (Angell, dkk., 2010)
Pada bulan Oktober 2012 penulis berkesempatan melakukan observasi ke SLB khusus tunanetra di Yogyakarta. Dari hasil observasi tidak ditemukan kendala yang berarti di SLB ini. Pihak sekolah berprinsip bahwa meskipun pengelihatan mereka terbatas, mereka tetap diperlakukan dan diberi kesempatan layaknya anak normal. Selain melakukan observasi, penulis dan kawan-kawan melakukan wawancara dengan para siswa kelas empat di sana. Kami menemukan bahwa mereka memiliki minat dalam bidang musik. Namun, pihak sekolah belum menyediakan wadah bagi mereka untuk menyalurkan bermusiknya. Akhirnya, penulis, dkk mencetuskan program ektrakurikuler musik untuk menyalurkan minat dan bakat mereka. Penulis berharap, dengan adanya program ini, pihak sekolah memiliki inisiatif untuk memberikan peluang bagi para siswa dalam mengenali minat, kelemahan dan kelebihan dirinya, memiliki wadah untuk mengasah bakat mereka. Jadi, anak dengan kebutuhan khusus (dalam hal ini tunanetra), harus diperlakukan, diberikan kesempatan untuk mengembangkan self-determination- nya.



“…Tolong lupakan kalau dia tidak bisa melihat. Jadikan tangannya sebagai pengganti mata, tuntunlah tangannya untuk menyentuh berbagai benda…” (Miyuki, 2006)

Yogyakarta, 19 Desember 2012
Tirta Adnyani /099114077

Daftar pustaka:
Inoue, Miyuki. 2006. Aku terlahir 500gr dan Buta. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
Angell, Maureen e., Julia B Stoner, & Barbara M. Fulk. 2010. Advice From Adults With Physical Disabilities on Fostering Selt-Determination During the School Years. TEACHING Exceptional Children, Vol.42, No. 3, pp. 64-75.
Novita, Chatarina, dan Angela D.N. 2012. Ketunanetraan. (Makalah)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar