Setiap
orangtua pasti memiliki keinginan untuk memiliki anak yang sehat dan suatu saat
dapat dibanggakan, namun tidak semua orangtua dikaruniai seorang anak yang
sehat dan lengkap. Di Indonesia sendiri, tunanetra adalah disabilitas yang paling
tinggi presentase penyandangnya. Tunanetra adalah keadaan seseorang yang
memiliki kekurangan pada indera penglihatannya. Penyandang tunanetra dibagi
menjadi dua kategori, yaitu buta total (total
blind) dan yang masih memiliki
sedikit penglihatan (low vision).
Secara
umum, penyandang tunanetra ini memiliki berbagai masalah untuk menjalani
kehidupannya, salah satunya adalah mereka sangat tergantung pada orang lain
untuk melakukan kegiatan sehari-harinya. Masalah ini menjadi lebih parah jika
orang-orang sekitarnya terutama orangtua selalu menganggap penyandang tunanetra
sebagai seseorang yang tidak dapat melakukan apa pun sehinggan harus selalu
dibantu.
Saya memiliki seorang teman sejak sekolah dasar mengalami low vision, oleh orangtuanya teman saya ini sejak kecil disekolahkan di sekolah regular. Setiap pagi, ibunya selalu mengantarkannya ke sekolah namun tidak berada disampingnya ketika kegiatan belajar mengajar berlangsung. Teman saya ini membaca tulisan di buku harus menempelkan buku itu ke matanya dan tidak bisa membaca tulisan di papan tulis. Ia tidak malu bertanya dan meminta bantuan pada guru dan teman-temannya. Ia menjadi sangat mandiri dan disukai aleh semua teman, hebatnya dia menjadi salah satu siswa terpintar di kelas. Saat ini teman saya ini berkuliah di salah satu universitas favorite di Jakarta, sekitar beberapa bulan lalu ia diberi kesempatan untuk melanjutkan kuliah di luar negeri.
Saya memiliki seorang teman sejak sekolah dasar mengalami low vision, oleh orangtuanya teman saya ini sejak kecil disekolahkan di sekolah regular. Setiap pagi, ibunya selalu mengantarkannya ke sekolah namun tidak berada disampingnya ketika kegiatan belajar mengajar berlangsung. Teman saya ini membaca tulisan di buku harus menempelkan buku itu ke matanya dan tidak bisa membaca tulisan di papan tulis. Ia tidak malu bertanya dan meminta bantuan pada guru dan teman-temannya. Ia menjadi sangat mandiri dan disukai aleh semua teman, hebatnya dia menjadi salah satu siswa terpintar di kelas. Saat ini teman saya ini berkuliah di salah satu universitas favorite di Jakarta, sekitar beberapa bulan lalu ia diberi kesempatan untuk melanjutkan kuliah di luar negeri.
Ketika
saya melakukan observasi di SLB A Yaketunis, saya merasa takjub dengan
mobilitas anak-anak penyandang tunanetra disana. Mereka saling berlarian ketika
istirahat, mengejar temannya yang menggodanya, tanpa menabrak orang-orang yang
berada disekitarnya. Anak-anak penyandang tunanetra ini tinggal di asrama yang
disediakan oleh sekolah dan mereka diajarkan untuk mandiri. Mereka dapat
mencuci baju sendiri, menyapu, dan mengurus dirinya sendiri. Selain itu,
anak-anak ini juga berani untuk pulang ke rumahnya sendiri menggunakan angkutan
umum meskipun rumahnya di luar kota.
Setiap
orang di dunia ini diciptakan Tuhan dengan sempurna menurut gambaran-Nya. Sebenarnya,
yang menganggap diri seseorang kurang atau tidak mampu adalah persepsi keluarga
dan masyarakatnya. Ketika seseorang memiliki kekurangan, Tuhan pasti memberikan
kelebihan yang dapat dioptimalkan oleh seseorang. Keluarga adalah pihak yang
memegang peranan penting dalam kehidupan anak penyandang tunanetra. Keluarga
yang memiliki anggota keluarga seorang penyandang tunanetra diharapkan tidak
menganggap mereka tidak mampu dan selalu perlu dibantu, ada baiknya keluarga
membiarkan penyandang tunanetra ini melakukan sesuatu sendiri agar dapat
melatih kemandiriannya namun bukan tidak mempedulikannya.
Selain
menjadi mandiri, jika seorang penyandang tunanetra diberikan kesempatan untuk
melakukan sesuatu sendiri akan menjadi lebih percaya diri. Ketika kepercayaan
diri anak tunanetra menjadi baik, maka konsep dirinya menjadi sehat dan akan
berkembang menjadi seseorang yang akan berguna bagi dirinya sendiri dan orang
lain.
Berikanlah kesempatan pada mereka
untuk melakukan hal yang sama dengan apa yang kita lakukan karena belum tentu
mereka melakukan hal itu lebih buruk dari kita. :)
19
Desember 2012
Chatarina
Novita Tri Rahayu (089114083)
DAFTAR
PUSTAKA:
Mangunsong,
Frieda. (2011). Psikologi dan Pendidikan Anak Luar Biasa. Jilid 1. LPSP3.
Jakarta
Suparno, Dkk.
(2007). Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus. Departemen Pendidikan Nasional.
Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar