ALL ABOUT MENTAL RETARDATION
PENGANTAR
Anak
= Anugerah
Setiap orangtua yang
sedang menantikan kehadiran seorang anak memiliki harapan yang besar terhadap
anak mereka. Harapan yang seringkali muncul adalah anak mereka mampu lahir
dengan selamat, normal dan tidak memiliki kekurangan apapun. Hal tersebut
karena anak merupakan anugerah terindah yang diberikan Tuhan bagi setiap
pasangan. Untuk itu anugerah tersebut merupakan hal yang istimewa dan hadiah
pemberian dari Tuhan. Saat mendengar kata “anugerah” dan “istimewa” pasti
semuanya terdengar menyenangkan dan membahagiakan. Akan tetapi bagaimana bila
hal itu tidak sesuai dengan harapan? Bagaimana bila anugerah itu tidak terlihat
istimewa di mata kita karena hadiah yang diberikan tidak sesuai harapan? Apakah
kita masih mau menerimanya?
Aku,
Kamu, Kita, Mereka Sama
Setiap orang diciptakan
Tuhan sesuai dengan gambar dan rupanya sehingga kehadiran seorang anak tetap
merupakan anugerah yang istimewa dan harus disyukuri. Walaupun demikian, setiap
individu diciptakan dengan memiliki keunikan masing-masing. Untuk itu, saat
kita menyadari bahwa kehadiran anak terlihat berbeda maka yakinlah bahwa perbedaan
itu diciptakan untuk saling melengkapi sehingga dapat memperkaya suatu
keluarga. Perbedaan yang ada bukan untuk dijauhi dan semakin dikucilkan tetapi
lihatlah dari sudut pandang berbeda bahwa mereka tetap sama secara keseluruhan,
hanya saja mereka memiliki potensi lain yang harus digali dan dikembangkan.
LATAR
BELAKANG
Topik kali ini yang
akan dibahas yaitu mengenai “Kasus Anak Tuna Grahita.” Bagi sebagian orang, mungkin
merasa asing dengan hal itu. Istilah lain yang biasa digunakan dan lebih sering
didengar yaitu “Retardasi Mental” atau “keterbelakangan mental.” Apa sih yang
kamu tahu tentang anak retardasi mental??
Info dari beberapa
sumber ini mungkin bisa membantu kita untuk memahami lebih dalam tentang
retardasi mental:
“Retardasi mental yaitu
anak yang tidak memiliki kesempatan untuk model dan belajar perilaku yang
diterima secara sosial karena kendala dalam kehidupan mereka sehingga keterampilan
sosial yang dimiliki cenderung kurang.” (Journal of Comparison of Direct
Instruction and Problem Solving Approach in Teaching Social Skills to Children
with Mental Retardation)
“Menurut AAMR (American
Association on Mental Retardation) keterbelakangan mental menunjukkan adanya
keterbatasan dalam fungsi, yang mencakup fungsi intelektual yang di bawah
rata-rata, dimana berkaitan dengan keterbatasan pada dua atau lebih dari
keterampilan adaptif seperti komunikasi, merawat diri sendiri, keterampilan
sosial, kesehatan dan keamanan, fungsi akademis, waktu luang, dll. Keadaan ini
tampak sebelum usia 18 tahun.” (Hallahan & Kauffman, 1994)
“Berdasarkan DSM-IV TR,
retardasi mental adalah kemampuan intelektual yang rendah, yang muncul sebelum
18 tahun, mengganggu proses perkembangan dan kemampuan normal fungsi pada
perilaku adaptif.”
Setelah mengetahui lebih dalam mengenai deskripsi
tentang retardasi mental, maka perlu juga diketahui bahwa kasus ini penting
untuk menjadi sorotan. Berdasarkan hasil perhitungan statistik dunia menyatakan
sekitar 3% anak dari populasi mengalami retardasi mental (7,5 juta orang)
dengan hanya menggunakan definisi dari standar IQ. Fakta yang lebih
mencengangkan bahwa setiap lima atau menit, seorang anak terlahir dengan
retardasi mental (9000 per bulan). Untuk itu, bila di sekitar kita menemui
kasus ini perlu untuk mendapatkan perhatian lebih agar bisa membantunya untuk
menemukan potensinya.
PEMBAHASAN
Dari data yang telah dipaparkan di atas, maka kita
perlu juga mengetahui lebih lanjut mengapa bisa muncul kasus anak dengan
retardasi mental. Faktor-faktor apa yang membuat anak terlahir dengan kondisi
ini?
Sebenarnya penyebab lahirnya anak dengan retardasi
mental hampir sama dengan faktor penyebab dari anak-anak yang memiliki
kebutuhan khusus yang lain. Dalam hal ini, kita bisa menyebut mereka dengan
anak berkebutuhan khusus.
Penyebab (dikutip
dari Frieda Mangunsong, 1998)
1. Bersumber
dari luar
a. Keracunan
waktu ibu hami, yang bisa menimbulkan kerusakan pada plasma inti. Misal: karena
penyakit sipilis atau kebanyakan minum alkohol.
b. Kerusakan
pada otak waktu kelahiran. Misal: lahir karena alat bantu/ pertolongan, lahir
prematur.
c. Panas
yang terlalu tinggi. Misal: pernah sakit keras, typhus, cacar, dsb.
d. Gangguan
pada otak. Misal: ada tumor otak, infeksi pada otak, hydrocephalus.
e. Gangguan
fisiologis.
f. Pengaruh
lingkungan dan kebudayaan.
2. Bersumber
dari dalam
Penyebabnya yaitu
karena faktor keturunan. Hal ini dapat berupa gangguan pada plasma inti atau chromosome abnormality. Pada cacat
mental ringan penyebabnya karena adanya cultural-familial
retardation, dimana 1) tidak ada gejala kerusakan otak; 2) salah satu
orangtua terbelakang; 3) salah satu saudara kandungnya terbelakang. Dalam hal
ini menunjukkan bahwa cacat mental ringan karena pola asuh yang buruk
(kurangnya stimulasi intelektual) dari orangtua yang terbelakang.
Harapan Bangsa
Hasil pemaparan dari faktor penyebab tersebut, harus
lebih diperhatikan oleh orang-orang di sekitar yang ingin memiliki anak. Dalam
hal ini siapa yang harus disalahkan? Sebenarnya tidak perlu untuk saling
menyalahkan, akan tetapi mulailah untuk fokus pada anak berkebutuhan khusus
ini, supaya saat mereka tumbuh dapat menjadi anak yang bisa menemukan
potensinya dan menjadi harapan bangsa. Belakangan ini, juga semakin banyak
anak-anak yang berkebutuhan khusus memperoleh prestasi-prestasi di banyak
bidang. Mengapa hal ini tidak bisa kita jadikan sebagai contoh? Mereka bisa dan
mampu untuk menjadi harapan keluarga, guru, bahkan bangsa asal kita tahu cara
yang tepat untuk mendidik mereka.
Studi Lapangan
Penulis telah melakukan studi lapangan di salah satu
sekolah yang mendidik anak-anak yang berkebutuhan khusus secara ganda. Walaupun
sekolah ini ganda, keseluruhan siswanya merupakan anak-anak yang memiliki 1
kebutuhan yang sama yaitu retardasi mental. Melihat hal ini, penulis merasa
bahwa anak-anak dengan kebutuhan khusus ini terutama yang mengalami retardasi
mental, seharusnya dipisahkan dengan anak-anak dengan kebutuhan khusus lain
dalam hal mengajar. Hal tersebut dikarenakan cara mereka menangkap materi
pelajaran berbeda satu sama lain, sehingga pihak sekolah perlu lebih peka
dengan hal ini.
Dalam studi lapangan
ini, penulis juga menemukan bahwa guru-guru yang mengajar juga tidak terlalu
fokus pada anak, sehingga guru hanya sekedar mendampingi dan membiarkan anak
tersebut bermain sesuka hatinya. Di sisi lain, guru-guru hanya sibuk dengan
urusannya sendiri-sendiri. Hal lain yang paling terlihat miris yaitu saat masuk
ke kelas terapi, ternyata anak tidak diberikan terapi khusus sesuai dengan
kebutuhannya. Akan tetapi, anak kembali disuruh dan dibiarkan untuk bermain
sendiri dan guru pun kembali berkutat dengan urusan pribadinya. Hal ini sungguh
menjadi keprihatinan bagi suatu sekolah yang seharusnya memiliki visi dan misi
bagi anak-anak didiknya.
Bagi orangtua, mereka
sudah mempercayakan anak mereka pada suatu sekolah khusus yang mampu mendidik
anaknya. Akan tetapi, bila para orangtua mengetahui kenyaataannya di lapangan
apa yang akan mereka lakukan? Bagaimana respon mereka biala mengetahui cara
guru-guru itu mendidik anak mereka? Mungkin istilah mendidik diganti dengan
mendampingi secara fisik, tetapi pikiran mereka tidak fokus pada si anak.
Informasi-informasi
seperti ini perlu diketahui oleh keluarga, para guru, dan orang-orang yang
berada di sekeliling anak supaya bisa membantu mendidik anak, membimbing mereka
agar menemukan potensinya sehingga bisa dikembangkan secara optimal. Hal-hal
berikut yang ingin penulis sampaikan terlebih dahulu bila berhadapan dengan
anak berkebutuhan khusus:
1.
Terimalah perbedaan yang mereka miliki
dengan segala kebutuhannya karena di mata Tuhan kita adalah sama. Jangan pernah
sekalipun berusaha untuk menolaknya atau bahkan mengucilkannya karena hal
tersbut akan menghambat perkembangannya.
2.
Saat mereka tumbuh besar, masukkan
mereka di sekolah yang sesuai dengan kebutuhan mereka.
3.
Bagi para pendidik, buatlah kurikulum
sesuai dengan kebutuhan anak dengan tetap fokus untuk membimbing, mendampingi,
dan mendidik anak bukan justru mengabaikan mereka.
4.
Berikanlah materi-materi yang terlihat
sederhana tetapi berbobot untuk proses belajar anak. Pemberian instruksi
langsung yang sederhana juga sangat bermanfaat. (Journal of Comparison of
Direct Instruction and Problem Solving Approach in Teaching Social Skills to
Children with Mental Retardation)
5.
Memberikan latihan-latihan seperti:
menggambar suatu bentuk bidang.
6.
Media yang digunakan dalam proses pembelajaran
sekreatif mungkin.
7.
Pemberian materi lebih yang aplikatif
sehingga bisa langsung diterapkan.
8.
Sistem yang ada di sekolah lebih
ditegaskan, agar siswanya bisa mempunyai target yang harus dicapai.
9.
Galilah sebanyak mungkin hal-hal postif
yang disukai anak, sehingga dapat terus dikembangkan dan mungkin hal itu yang
merupakan potensinya.
Hal-hal tersebut juga
harus didukung oleh orangtua yang bersangkutan supaya juga mampu melanjutkan
mendidik anak saat di rumah. Sebagian orangtua seringkali mempercayakan anak
pada sekolah, akan tetapi kurang mau tahu tentang hal-hal yang diberikan oleh
sekolah. Untuk itu perlu ada kesepakatan dari berbagai pihak yang memang berada
di sekitar anak tersebut. Hal tersebut dikarenakan anak-anak dengan kebutuhan
khusus merupakan tanggung jawab bersama. Kehadiran kita penting untuk
perkembangan mereka di masa yang yang akan datang.
Daftar Pustaka
Mangunsong,
Frieda. (2011). Psikologi dan Pendidikan Anak Luar Biasa. Jilid 1. LPSP3.
Jakarta
Ormrod, Jeanne, Ellis. 2008. Psikologi Pendidikan Jilid 1. Erlangga:
Jakarta.
Barlow, Durand. 2007. Psikologi Abnormal Jilid 2. Pustaka
Pelajar: Yogyakarta.
Ofm, Yustinus, Semium. 2006. Kesehatan Mental 2. Kanisius:
Yogyakarta.
Hodapp, Edward, dkk. 1991. Behavioral
Functioning In Individuals With Mental Retardation. Journal of Psychology, Vol42:29-50.
Journal of Comparison of Direct
Instruction and Problem Solving Approach in Teaching Social Skills to Children
with Mental Retardation.
Sherly (099114068)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar