Kamis, 20 Desember 2012

EFEKTIVITAS SISTEM TOKEN EKONOMI DAN MODEL PEMBELAJARAN EKSPERIENSIAL UNTUK ANAK-ANAK DENGAN GANGGUAN PERILAKU (CONDUCT DISORDER)



Martha Hesty Susilowati
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta


Abstrak
Artikel ini memaparkan tentang gangguan perilaku pada anak-anak dan penanganan dengan terapi behavioristik terhadap gangguan tersebut. Peneliti melakukan asesmen awal dengan metode observasi selama tiga minggu dan melakukan wawancara dengan anak-anak, pengajar maupun orang tua anak yang mengalami gangguan perilaku. Peneliti merancang terapi dengan teknik sistem token ekonomi dan model pembelajaran eksperiensial. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kedua teknik tersebut efektif untuk menangani anak-anak dengan gangguan perilaku di sebuah SLB-E Yogyakarta.

Rasanya senang sekali bila berada di dekat anak-anak. Mereka memiliki tingkah yang lucu dan spontan atau apa adanya. Terkadang mereka bersendau gurau dengan hal-hal yang kreatif dan menyenangkan untuk orang-orang disekitarnya. Akan tetapi sebagian dari anak-anak juga bisa bertindak nakal atau memiliki perilaku yang tidak sesuai dengan kehendak orang lain. Apabila perilaku tersebut berlebihan, kita sebagai orang yang berada di dekatnya perlu lebih memperhatikan apakah perilaku tersebut mengindikasikan sesuatu. Perilaku agresif yang berlebihan dan tidak wajar merupakan salah satu gejala gangguan perilaku (conduct disorder). Gangguan perilaku merupakan sikap dan perilaku anak-anak yang melanggar aturan dalam keluarga, norma sosial dan merugikan orang lain (Mash & Wolfe., 2007). Anak-anak dengan gangguan tingkah laku melakukan tindak agresif secara disengaja. Tindakan-tindakan yang mencerminkan gangguan perilaku antara lain merusak barang-barang disekitarnya, berkelahi atau bertindak agresi untuk melukai orang lain, mencuri, berbohong, menentang aturan-aturan dan terlibat dalam kenakalan-kenakalan lainnya (Lamber dkk, 2001 dalam Nevid., 2002). Gangguan tersebut dapat disebabkan oleh lingkungan atau genetis (Nevis, 2002).

Berdasarkan hasil observasi kami di sebuah SLB-E di Yogyakarta, kami menemukan bahwa sebagian ciri-ciri perilaku anak-anak dengan gangguan perilaku di SLB-E tersebut sesuai dengan ciri-ciri gangguan perilaku yang dinyatakan pada teori. Anak-anak SLB-E tersebut, khususnya anak kelas VI sering berkelahi dengan teman, memukul teman dan pengajar, merusak meja dan mencorat-coret tembok kelas, berbicara kotor, mengejek teman dan sering mengobrol hal-hal yang tidak berkaitan dengan materi pelajaran ketika proses belajar-mengajar berlangsung. Hasil wawancara menyatakan bahwa mereka berasal dari latar belakang keluarga yang tidak harmonis (orang tua bercerai) dan berasal dari keluarga dengan tingkat sosial-ekonomi menengah ke bawah.

Menurut kami, kondisi tersebut tidak mendukung anak-anak untuk belajar dengan optimal dan berperilaku lebih adaptif. Atas keprihatinan tersebut, kami melakukan eksperimen kecil-kecilan. Kami mencoba untuk mengubah perilaku anak-anak agar lebih mendukung untuk belajar dengan menggunakan terapi behavioristik. Terapi behavioristik merupakan salah satu teknik terapi psikologis (khususnya pembelajaran) yang memiliki prinsip untuk menangani perilaku maladaptif manusia (Rimm & Masters, 1974). Dalam teknik ini ada salah satu metode yang sesuai untuk menangani gangguan perilaku, yakni token ekonomi. Token ekonomi merupakan sebuah tritmen untuk gangguan perilaku yang menggunakan penguat (token) yang dapat ditukar dengan barang atau sesuatu yang secara langsung merupakan suatu penguatan (winkler, 1970). Untuk itu, langkah awal yang kami lakukan adalah menentukan perilaku yang akan diubah. Perilaku-perilaku tersebut antara lain:
1.                  Berkelahi atau memukul teman dan pengajar
2.                  Berkata-kata kotor
3.         Mengobrol hal-hal yang tidak berkaitan dengan materi pelajaran ketika belajar di kelas
4.                  Merusak meja dan benda-benda di sekitarnya
5.                  Menentang perintah pengajar atau tidak patuh pada pengajar.
Kemudian, masing-masing perilaku tersebut kami beri poin. Apabila anak-anak tidak melakukan perilaku-perilaku tersebut, maka kami akan memberikan poin sesuai dengan standar yang telah dibuat kepada anak-anak tersebut. Poin-poin itulah yang akan mereka kumpulkan dan dapat ditukarkan dengan sesuatu yang mereka sukai, yakni mainan yang mereka sukai.
Selain itu, kami juga memberikan pembelajaran dengan model eksperiensial pada anak-anak tersebut. Model pembelajaran eksperensial merupakan pengalaman terstruktur dimana situasi pembelajaran didasarkan pada model pembelajaran eksperensial, yang lebih bersifat induktif daripada deduktif, memberikan pengalaman belajar langsung daripada lewat pengalaman orang lain, dan para partisipan diberi kesempatan untuk menemukan sendiri makna hasil belajarnya serta menguji sendiri keahlian pengalaman itu (Supratiknya, 2011).

Hasilnya, kedua metode baik token ekonomi dan model pembelajaran eksperiensial berhasil dan efektif untuk mengubah perilaku anak-anak dengan gangguan perilaku menjadi perilaku yang lebih adaptif. Hal ini ditunjukkan dengan tidak adanya perilaku memukul, merusak benda di sekitar dan berbicara kotor ketika sistem token diterapkan. Anak-anak juga lebih fokus dan merasa tidak bosan ketika penyampaian materi dilakukan dengan dinamika kelompok seperti bermain dan menggunakan media gambar, sehingga anak-anak tidak mengobrol hal-hal yang tidak terkait dengan materi ketika proses belajar berlangsung.

Akan tetapi, ada seorang anak yang masih memberontak dengan perilaku meninggalkan kelas ketika kami menerapkan kedua teknik tersebut. Kemudian kami melakukan pendekatan individual pada anak tersebut sehingga anak mau belajar lagi di kelas. Untuk itu, selain pendekatan secara kolektif, kita juga perlu memperhatikan anak-anak secara individual. Peran keluarga juga sangat penting bagi terbentuknya perilaku yang adaptif, karena orang tua adalah guru pertama mereka dan orang tua memiliki pengaruh yang besar (Lickona, 2012). Dengan kata lain, program ini akan menjadi ideal ketika pihak keluarga/orang tua, sekolah dan masyarakat bersama-sama mendukung terbentuknya perilaku adaptif bagi anak-anak yang mengalami gangguan perilaku.


Sumber Acuan:
Fraser, Mark W , Maeda J. Galinsky, dkk. (2005). Social Information-Processing Skill Training to Promote Social Competence and Prevent Sggressive Behavior in the Third Grade. Journal of Consulting andClinical Psychology, Vol. 73, No. 6, 1045-1055.
Kartono, Kartini Dra. (1972). Psychology Abnormal. Bandung: Alumni.
Lickona, Thomas. (2012). Educating for Character: How Our Schools Can Teach Respect and Responsibility. Jakarta: Bumi Aksara.
Mash, Eric J & David A. Wolfe. 2007. Abnormal Child Psychology. USD: Thomson Wadsworth.
Nevid, Jeffrey D., et all. 2002. Psikologi Abnormal. Jakarta: Erlangga.
Parritz, Robin Hornik & Michael F. Troy. (2011). Disorder of Childhood Development and Psychopathology. USA: Wadsworth.
Rimm, David C & John C. Masters. (1974). Behavior Therapy: Techniques and Empirical Findings. London: Academic Press.
Supratiknya, A. (2011). Merancang Program dan Modul Psikoedukasi Ed. Revisi. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.

1 komentar:

  1. Usul: bagaimana jika kata terapi behaviorsitik diganti dengan kata intervensi berbasis behabioristik? Nimas

    BalasHapus